Tuesday, October 6, 2009 10:38 AM
Setengah jam terdiam di tempatnya.
Dan ia masih tak tahu harus diapakannya lagi benda itu selain menyimpannya baik-baik di dalam laci, setelah memberinya mantra anti-leleh tepat sejam yang lalu. Matanya mengerjap, pada akhirnya tangan kanannya kini terulur; meraih benda tersebut. Menatap kotak kecil transparan berpita biru dengan sejumlah cokelat koin di dalamnya itu dengan ragu, seolah tak yakin dengan apa yang akan dilakukannya nanti dengan benda tersebut. Takut nantinya langkah itu akan memberatkannya, atau membuatnya menyesal—kekhawatiran yang sangat tidak penting. Bola matanya bergulir, mengarahkannya pada kalender yang berdiri di atas meja belajarnya. Lingkaran kecil pada tanggal 14 Februari membuatnya menghela nafas panjang. Dan, meletakkan kembali kotak itu ke atas mejanya.
Baru kali ini ia merasa—galau.
Dia sudah memikirkannya matang-matang. Tahun ini tak akan ada yang berbeda, sama seperti tahun sebelumnya. Ia akan memberikannya sebagai sebuah kewajiban, tidak lebih. Tak peduli apakah yang bersangkutan nantinya senang menerimanya atau tidak, memakannya ataupun membuangnya; toh yang penting dirinya sudah melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Cokelat-cokelat koin yang berada dalam kotaknya masing-masing itu adalah
Giri-choco-nya tahun ini untuk teman-teman terdekatnya, dan beberapa sepupunya. Enambelas koin dalam satu kotak, seolah mengisyaratkan pergantian umurnya tepat di harinya nanti.
Mengerjap, sepasang bola matanya menatap kotak yang tadi sempat disentuhnya.
Karen sudah memperhitungkan semuanya, siapa saja yang akan ia beri nantinya. Dan entah mengapa, ia mempertimbangkan ulang lagi daftarnya itu; berniat menghapus satu nama. Gadis itu
takut.
Tiga tahun yang lalu ketika memberikan cokelatnya, cengiran lebar dan ucapan terima kasih itu yang diterimanya. Masih tidak apa-apa.
Dua tahun lalu, ketika memberikan cokelatnya lagi pada orang yang sama, Karen masih bisa melihat cengiran lebar itu. Dan ucapan terima kasih masih ia dengar, namun entah mengapa terasa agak sedikit janggal. Seperti terpaksa.
Dan setahun yang lalu, Karen sama sekali tak bisa memberikan cokelatnya—secara langsung. Entah apa yang terjadi, orang itu malah memintanya untuk meletakkan si cokelat ke dalam kolong mejanya saja. Dengan kata lain, saat itu Karen tak bertatap muka dengannya.
Tahun ini?
Entahlah. Gadis itu ragu.
Semuanya gara-gara kejadian tadi sore. Mengingatnya saja sudah membuat dadanya sakit. Seandainya waktu itu dirinya tak ada disana, mungkin ceritanya akan jadi sangat lain. Perasaan sesak itu masih ada hingga saat ini, membuatnya jadi agak sulit bernafas tiap kali mengingatnya.
Mengapa dirinya
harus menjadi orang terakhir yang tahu?
Minggu, 10 Februari 2002
(Malam)
Labels: 2002, Fan-Fiction, Karen