Sunday, October 4, 2009 11:17 AM
Merah jambu lembut.
Hati.
Cokelat.
"Karen?"
Dan suara barusan, setidaknya bisa membuyarkan lamunan sesaatnya. Matanya mengerjap.
"Kau mendengarkan aku, tidak, sih?"
"A-aku dengar kok—" tanggapnya terbata, menoleh pada sosok di hadapannya, "—tadi kau minta tolong dipilihkan mug—"
"Bukan itu maksudku!" Decakan kesal keluar dari bibir sepupunya, "Astaga, dan daritadi berarti kau tidak mendengarkanku?!"
Memang tidak.
"Go-gomen—"
"—sudahlah."
Terdengar dari nadanya berbicara, Karen tahu betul Hikari kini kesal padanya. Gadis itu mengaduk-ngaduk minumannya dengan sedotan secepat yang ia bisa, terlihat jelas berusaha untuk menahan rasa ketersinggungan karena tak dipedulikan oleh sang sepupu setelah berbicara panjang lebar. Karen menghela nafas pelan, menggerakkan bibirnya. Sudah sewajarnya ia menyampaikan kata maaf pada Hikari setelah kelakuannya yang sedikit tak sopan beberapa detik lalu, bukan? Walaupun tak ada tanggapan lain dari kakak sepupunya tersebut. Hanya pipi menggembung Hikari yang berhasil dimengertinya sebagai sebuah—jawaban.
"Ayolah, Hikari-chan, jangan marah begitu—aku minta maaf, oke?" Kedua tangannya memegangi cangkir putih berisi cairan coklat hangatnya, mengetuk-ngetuk pelan sisi keramik si cangkir dengan telunjuknya. Bibirnya mengulas senyuman kecil, "Aku janji tak akan mengacuhkanmu lagi. Serius. Nah, bisa kau lanjutkan sekarang? Tadi kau minta tolong apa pada—"
"Percuma," dengus Hikari, "Kau kira aku tidak tahu apa yang ada di otakmu sekarang?"
"Sok tahu," tawanya kecil, "sudahlah, tadi itu aku cuma melamun sebentar. Benar-benar tidak memikirkan apapun."
"
Izumi?"
Nama itu seketika menggelitik indera pendengar sang gadis berambut bob. Ah, ya, indera milik Karen.
"Ke-kenapa harus
dia?" Ujarnya dengan nada salah tingkah, menyeruput minumannya dan sedikit pun tidak mengacuhkan tatapan mencurigakan dari Hikari. Seolah mengoloknya. Sepupunya itu tersenyum jahil, menyeruput susu sodanya hingga habis dan meletakkan gelasnya di atas meja dengan suara hentakan keras. Beruntung tidak ada yang begitu sadar karena Katatsumuri Kafe sedang dalam keadaan cukup ramai; sebagian besar tentunya para murid Ryokubita.
Weekends.
"Kenapa ya~" cengiran tertera di wajah Hikari, jelas berusaha menggoda sepupu kecilnya, "menurutmu?"
Karen menggeleng pelan.
"Sangat bodoh karena kau kembali bertanya padaku," tawanya pelan, sedikit tak mengacuhkan Hikari.
"Ah, ya," kekehan pelan, "sepupuku—kau akan berikan apa padanya?"
"Siapa?"
"Pura-pura tuli atau bagaimana, sih?" Hikari memutar bola matanya, sedikit beranjak dari bangkunya (naik sedikit ke atas meja) dan bergerak mendekati Karen. Wajahnya berada di hadapan gadis itu, cengiran lebar tertera jelas padanya, "Izumi,
SEI-SHI-ROU-I-ZU-MI! Tentu saja yang kutanyakan adalah soal anak itu, kau akan berikan apa padanya? Sama seperti tahun sebelumnya?"
"Kau sudah tahu jawabanku, Hikari-chan."
Singkat. Dan cukup untuk membuat Hikari menggembungkan pipinya, bergerak mundur dan turun perlahan dari atas meja.
"Tidak seru. Cokelat
lagi?"
"Memangnya apa yang kau harapkan?" Tawa Karen kecil, kembali menyeruput minumannya. Hikari sendiri nampak tidak puas dengan jawaban sepupunya, kini menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Mengerjap, menatap lurus gadis remaja di hadapannya.
"
Giri-choco LAGI?"
"Hmm," angguk Karen, meletakkan cangkirnya, "
hai. Dan dari nada bicaramu, sepertinya kau keberatan, Hikari-chan."
"
SANGAT—KEBERATAN," ujar Hikari dengan nada tinggi, "astaga, tiga tahun dan
HANYA GIRI-CHOCO?! Kasihan sekali Izumi."
"Dia yang terima cokelat. Kenapa kau yang ribut?"
Decakan kesal terdengar. Nampak Hikari benar-benar gemas dengan sikap acuh-tak-acuh sepupunya itu. Karen sendiri tak habis pikir mengapa Hikari yang malah ribut-ribut soal status cokelat padahal Sei sendiri tidak begitu peduli. Tepatnya, tidak pernah menagih apapun ketika Bulan Februari tiba layaknya para remaja laki-laki yang lain. Khawatir tidak tenar di kalangan anak perempuan, saling bertanding siapa yang paling banyak mendapatkan cokelat, takut anak perempuan yang ditaksirnya ternyata tidak suka dengannya—ah, khas anak laki-laki. Karen sendiri tak terlalu memusingkannya.
Giri-choco sudah termasuk cukup untuk diberikannya.
"
Honmei-choco akan kau berikan pada siapa, kalau begitu? Shouhei?"
In your wildest dream."Untuk
Nagashima-kun juga
Giri-choco," jawab Karen santai, menyeruput minuman cokelatnya lagi. Terlihat sikapnya biasa saja.
"
HA! Kau pasti bercanda, Karen," Hikari menggelengkan kepalanya, menatap sang sepupu tidak percaya, "Tidak ada
Honmei-choco untuk tahun ini?" tanyanya lagi, dengan nada super-penasaran. Dan Karen, kembali menanggapinya dengan santai.
"Hanya untuk
otou-sama."
"Astaga. Kalau untuk AYAH, itu lain cerita. Maksudku, di luar
AYAH—dan keluarga. Memangnya tidak ada?"
"Tidak," tegasnya, kini beranjak dari kursinya setelah meletakkan cangkirnya yang kosong di permukaan meja. Berdiri di sebelah Hikari yang masih duduk dan terburu menyeruput habis minumannya, Karen tersenyum kecil, "Sei dan aku
cuma berteman. Kau tahu itu, Hikari-chan."
"Terus saja bicara begitu," dengusnya, "ya ya, kita lihat saja nanti. Masih ada waktu lima hari, dan kau pasti nantinya akan berubah pikiran."
Lagi, Karen hanya tersenyum kecil.
"Apa katamu sajalah," mengucapkan kalimat itu sekilas, Karen melangkah meninggalkan sepupunya. Melirik jam tangan warna biru yang melingkar di pergelangan tangannya, sang gadis menggigit bibirnya. Seolah berharap kata-kata Hikari tak akan menjadi kenyataan.
Lima hari lagi.Dan itu ulang tahun keenambelasnya.
Karen Tateyama.
Sabtu, 9 Februari 2002
Labels: 2002, Fan-Fiction, Hikari, Karen